Minggu, 29 Desember 2013

3). Perjuangan Sulthan Aceh dengan Keteguhan Iman.

Sekarang tahun 2023..

Banda Aceh,  November 2013-2023.
"1873-2022=149, 149_tahun_silam,__SULTHAN_ ACEH_MENANG_LAWAN_KORUPSI "
Click ini > Lihat hal-34,35,24. atau  Click > INI
> Korupsi/KKN samadengan Penjajah dan Pengikutnya <
> Penjajah dan pengikutnya kelakuannya Korupsi/KKN <
Lihat  cuplikan (Buku) dibawah ini.

   Buku : A. Hasjmy,Peranan Islam Dalam  Perang
   Aceh dan Perjuangan Kemerdekaan  
   Indonesia, Banda Aceh 2 April 1976,Cetakan
   pertama  (Penerbit : ”Bulan Bintang”Jakarta)Click.

   --------------------------------------------
Pengantar    
   
     Atas Usaha Masyarakat Aceh di Sumatera 

Utara,  semenjak  tanggal 22 s/d 26 Maret 1976, 
di Medan telah berlangsung Seminar  Perjuangan 
Aceh sejak  tahun 1873 sampai Indonesia Merdeka.
     Dalam seminar tersebut,  antara lain ikut memberi prasaran Prof.  Dr. HAMKA,   Haji Muhammad Said,   

Prof.  Teungku Ismail Yakup SH,   Drs  Ibrahim Alfian,  
Drs Darwis Suleiman  dan  saya sendiri.
      Prasaran  saya  yang  berjudul  Peranan Islam 

Dalam Perang  Aceh dan perjuangan Kemerdekaan Indonesia, setelah mengadakan perbaikan / 
tambahan,  sekarang  saya  persembahkan   
ke hadapan sidang pembaca.

         Wabillahit Taufiq wal Hidayah    !

                                                      2 Rabiul Akhir 1396
                           Banda  Aceh,                                                        
                                                     2 April 1976
 
 

                                                    A. Hasjmy
----------------------------------------


(3) Click Perjuangan Sulthan Aceh melalui Fisik (secara terbuka)



(2) Click Perjuangan Sulthan Aceh  melalui Fisik (secara tertutup)

(Jika ada Link diClick tidak mau Akses, ada diblokir oleh pihak tertentu)






(1) Perjuangan Sulthan Aceh dengan Keteguhan Iman (dibawah ini) :
Kaitan  STOP_PRESS>Gonjang_Ganjing_Silsilah_Raja_Aceh
(1873 - 2022 = 149 th.,, ? )




 Sumpah,, memberi Amanah & Wasiat,,
 mengingatkan,,,
 Dalam Perjuangan Sulthan Lawan Penjajah dan
 Pengikutnya;
   Sumpah yang membuat keteguhan            

   Sulthan Alaidin Muhammad Daud Syah           
   Tidak pernah menyerahkan Kedaulatan     
   Aceh. . . . . (Click Lihat_hal-43). . . . .
  

  Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah 
  lanjutan  dari Sulthan Alaidin Mahmud Syah
  Masa Pemerintahan  

  Sulthan Alaidin Mahmud Syah
  dalam   thn.1870-1874.

  (Lihat> Hal-39 & Hal-20) atau Click INI
  Awal Perjuangan Sulthan dihadapkan Lawan 
  Penjajah  dan Pengikutnya.dalam thn.1873 

  dan   dilanjutkan dengan  
  Sultan_Alaidin_Muhammad_DaudSyah   
  yang mulai masa Pemerintahannya dalam
  thn.± 1876
  

  Pada  awal perjuangan Sulthan Alaidin Mahmud Syah(1873),  
  diutarakan kesungguhan   perjuangan dengan,  antralain :
  Sumpah, memberi Amanah & Wasiat,  mengingatkan,,,,
  berikut  CUPLIKANNYA : 
  an-tuan, yaitu dengan keputusan sabda mufakat  Kerajaan 

  Aceh Banda  Darussalam berserta ijmak  mufakat Alim-Ulama  
  yang guru-guru hamba dan payung hamba, maka disini dan 
  sekarang hingga akan datang turun menurun  salin-malin, 
  masing-masing   terus menerus, hamba  amanahkan dan hamba
  wasiatkan, , ,
  baca selengkapnya  Hal-34 , Hal-35   atau
Click ini > Lihat hal-34,35    
________
  Ingat wahai sekalian . . . . . . .  . . . . . . . . . . .
  negeri  Aceh Khususiyah dan bawah angin umumiyah,  jangan 

  tuan-tuan mengazab dan jangan tuan-tuan menipu rakyat, 
  membuat  kezaliman, memakan hak  rakyat, dan mengambil
  merampas harta hak milik rakyat. maka sifat-sifat  kelakuan 

  yang demikian itu  samalah dengan , , , .  . . 
  baca selengkapnya

  (Click 
Lihat hal-34,35)
  (1873 -  2022 = 149 th,,,?)

  Maka barangsiapa yang tuan-tuan dan  .. . . . .
  memihak  berdiri kepada . . . . . . . .dengan  sengaja, yaitu 

  tiada ada  masyakkah, maka Insya Allah Ta'ala akan datang 
  pada  satu  zaman yang  kebili kebilui anakcucu tuan-tuan . . . .
  baca selengkapnya ,,Click hal>
24  atau (Click  lihat Hal-24 )
  -------

   Catatan: Lihat dibawah ini:
   Click>Hal-43 , Click Hal-34, 35, dan Hal-24
   Buku : A. Hasjmy,Peranan Islam Dalam  Perang
   Aceh dan Perjuangan Kemerdekaan  
   Indonesia, Banda Aceh 2 April 1976,Cetakan
   pertama  (Penerbit :   ”Bulan Bintang”Jakarta).

   ±1876 (Lihat hal-638, Buku Mohammad Said, Aceh
   Sepanjang  Abad, Medan 1961,cetakan pertama)

       
    Baca Selengkapnya, , , , , , Baca bukunya,
    copy/arsip.




(2) Click Perjuangan Sulthan Aceh  melalui Fisik (secara tertutup)

(3) Click Perjuangan Sulthan Aceh melalui Fisik (secara terbuka)





      Berikut Selingan MUZIK>Syair tembang lagu Ahmad Albar(God Bless)
                               SETAN TERTAWA ,,,,, Click


 KLIK INI :  
 http://youtu.be/QMN8F-27IU8





Berikut Video 300819:



@Banda Aceh, 2013-2023..

Senin, 23 Desember 2013

2). Perjuangan Sulthan melalui Pisik

  Sekarang tahun 2023..

Banda Aceh, 2013-2023.

    (Jika ada Link diClick tidak mau Akses, ada diblokir oleh pihak tertentu)


Berikut Video 300819:



(2) Perjuangan Sulthan Aceh  melalui Fisik (secara tertutup)dibawah.

(3) Click PerjuanganSulthan Aceh melalui Fisik (secara terbuka)
(1) PerjuanganSulthan Aceh dengan Keteguhan Iman

(Jika diClick tidak mau Akses, ada diblokir oleh pihak tertentu)
Banda Aceh, tahun 2013-2022. .Kaitan Stop Press > Gonjang Ganjing Silsilah Raja Aceh (diatas).Perlawanan Sulthan dalam mempertahankan Kedaulatan Aceh
Sulthan menyebutkan :
> Korupsi samadengan Penjajah dan pengikutnya <
> Penjajah dan pengikutnya kelakuannya KKN/Korupsi <
(Click  lihat hal-34,35,24).

---------------------
Pengantar    
   
          Atas Usaha Masyarakat Aceh  di Sumatera
Utara, semenjak tanggal 22 s/d 26 Maret 1976,  
di Medan telah berlangsung Seminar Perjuangan 
Aceh sejak tahun 1873 sampai Indonesia Merdeka.
          Dalam seminar tersebut, antara lain ikut 
memberi prasaran Prof.  Dr. HAMKA,   
Haji Muhammad Said,  Prof. Teungku Ismail 
Yakup SH,   Drs  Ibrahim Alfian,  
Drs Darwis Suleiman  dan  saya sendiri.
          Prasaran saya yang berjudul Peranan Islam 
Dalam Perang Aceh dan perjuangan Kemerdekaan Indonesia, setelah mengadakan perbaikan/tambahan, 
sekarang saya persembahkan ke hadapan 
sidang pembaca.

         Wabillahit Taufiq wal Hidayah    !
Buku : A. Hasjmy,Peranan Islam Dalam  Perang
   Aceh dan Perjuangan Kemerdekaan 
   Indonesia, Banda Aceh 2 April 1976,Cetakan
   pertama  (Penerbit :   ”Bulan Bintang”Jakarta).



               2 Rabiul Akhir 1396
 Banda_Aceh                                                       
              2 April 1976
 
               A. Hasjmy





--------------------------------------------------------------------------------


    
 > Sulthan Alaidin Muhammad Daud Syah  Lanjutan dari
    Sulthan Alaidin Mahmud Syah
 

Mulai  Pemerintahan Sulthan Alaidin Mahmud Syah,
dalam tahun :1870 s/d 1874  … 

(Click hal-39 & hal-20 atau  lihatdibawah)
Sulthan dalam menjalankan roda Pemerintahan dihadapkan
dengan Perang oleh Kolonial (lihat hal-19 dibawah) :
  1. Perang Aceh pertama dalam tahun 1873.
  2. Perang Aceh Kedua dalam tahun 1874—1880.
  3. Perang Aceh Ketiga dalam tahun 1881- 1896.
  4. Perang Aceh Keempat dalam tahun 1897—1942
       (Lihat Penjelasan pada hal-46 dibawah).
Mulai Pemerintahan Sulthan Alaidin Muhammad Daud Syah
dalam tahun : ± 1876
(Lihat hal-638, Buku Mohammad Said, 

Aceh Sepanjang Abad,
Medan 1961,cetakan pertama)
 ---------------------
Sumpah yang membuat keteguhan
Sulthan Alaidin Muhammad Daud Syah
Tidak pernah menyerahkan Kedaulatan Aceh…..
(Lihat hal-43 dibawah). . . . .
30 (tiga puluh) tahun Sulthan dalam berjuang mempertahankan
Kedaulatan Aceh, dan kemudian Sulthan dapat ditangkap oleh
Kolonial, dan SELAMA HIDUP dalam tawanan/tahanan
Kolonial Sulthan tetap melakukan MISI  perjuangannya.
(Lihat hal-49 & hal-50, hal-46 dibawah)

Pemerintahan Sulthan Alaidin Muhammad Daud Syah
dalam tahun: ± 1876
Sulthan dapat ditangkap/ditawan Kolonial : 1903.
Walau ditahan/ditawan Kolonial Sulthan tidak pernah
menyerahkan Kedaulatan Aceh.
Sulthan Mangkat : 1939.
Makam > di Rawamangun Jakarta.
(pada Makam Umum/makam Rakyat) )
Sulthan ditahan dan diasing oleh kolonial dan
mengakhiri hidupnya dalam  pengasingan….

Sulthan Alaidin Muhammad Daud Syah bukan duduk
tunggu laporan, Sulthan langsung berjuang dimedan juang …..
Sulthan dapat ditangkap/ditawan ,
Dan bagaimana cara ditangkap/ditawan ?.
(Click ini > Lihat hal-632, 633,634,635, Buku Mohammad Said,
Aceh Sepanjang Abad, Medan 1961)cetakan pertama
 

BACA SELENGKAPNYA YA,YAH (Bek Towo Sejarah)









Cuplikan :
                 (Sulthan Alaidin Muhammad Daud Syah Dalam Tahanan Kolonial) Halaman-49

tang langsung dijajah/diperintah Aceh, sesungguhnva adalah cita-cita yang amat salah. Sebenarnya soal menang tak ada waktu itu. Keadaan serdadu di Aceh sangat menyedihkan, karena menderita kekalahan hehat dan akibatnva kemusnahan kekuatan yang  besar “).
Mendahului kesimpulan di atas ini, antara lain dalam majalah itu juga, Taisya menulis :

“Tatkala Sulthan Aceh dapat dia tawan Belanda pada tanggal 10 Yanuari 1903, perjuangan dilanjutkan terus dengan dipimpin pembesar Kerajaan dan Alim Ulama serta Panglima-panglima Perang………… “Selama hidup dalam tawanan Belanda di Banda Aceh, Sulthan Muhammad Daud Svah terus menerus berusaha untuk memperoleh bantuan-bantuan dari luar negeri bagi kepentingan perjuangan mengusir Belanda. Fasilitas-fasilitas pribadi yang diberikan oleh Pemerintah Belanda kepadanya, ditolak dengan konsekuent…..…..janji Belanda untuk mengembalikan kedudukan Tuanku Muhammad DaudSyah menjadi Sulthan Aceh asal saja Sulthan bersedia menuruti syarat syarat Belanda tidak diterimanya. Malahan suatu peristiwa patriotik perjuangan Rakyat Aceh telah terjadi di puncak hidup Belanda sendiri. Ketika Belanda melakukan penggeledahan di tempat kediaman Sulthan sendiri, didapati lembaran-lembaran kertas surat menyurat antara Sulthan Muhammad Daud Syah dengan luar negeri. Hubungan rahasia telah terjadi antara Sulthan dengan Konsol Jenderal Jepang di Singapura, T.Tanaka, yang dilakukan melalui Wakil Sulthan di Pulau Pinang. Belanda menjumpai surat surat yang berisi permintaan  Sulthan kepada Raja Jepang  melalui Konsol Jenderalnya di Singapura, untuk membantu memerangi Belanda di Aceh. Salah satu dari surat Sulthan kepada Raja Jepang, yang berhasil disita oleh Belanda,
Halaman-49


Lihat halaman-46  Pendapat penulis Belanda <

--------------






4.    ACEH  TIDAK  PERNAH MENYERAHKAN  
       KEDAULATANNYA  KEPADA BELANDA

      Berdasarkan sarakata-sarakata yang masih sisa sampai sekarang, yang antaranya telah dikutip dalam pasal yang lalu, nyatalah bahwa Rakyat dan Kerajaan Aceh Darussalam telah bersumpah  dengan nama Allah, yang mana mereka tidak akan menyerah kepada kekuasaan Belanda dalam bentuk apapun.

Sebagai akibat dari Sumpah dan tekad bulat itu, maka Rakyat Aceh di bawah pimpinan para Pembesar Kerajaan dan para Ulama, telah melakukan suatu Perang Sabil dengan cara yang amat kesatria, seperti juga diakui oleh seorang wartawan Belanda sendiri, Zentgraaff, dalam bukunya Aceh, yang antara lain :

“De waarheid is dat de Atjehers mannen en vrouwen in het elgemeen schitteren hebben gevochten voor wat zij zaggen’ als hun nationaal of religieus ideaal. Er is onder die strijders een zeer groot aantal mannen en vrouwen die den trots van elk volk zouden uitmaken. (Rakyat Aceh, baik pria atau pun wanita, berjuang secara luar biasa, mereka merasakan sebagai satu bangsa yang bertugas membela agama, bangsa  dan wilayahnya dengan perjuangan suci. Mereka terdiri dari   pahlawan-pahlawan, baik peria maupun wanita, yang memiliki kebanggaan atas kebenaran perjuangannya. (1)
Catatan Halaman:
(1)   Sinar Darussalam no. 12/Maret-April 1969, Yayasan Pembina Darussalarn,    
      Banda Aeeh 1969.         -           -
 Halaman-43
------------------






Sebagai akibat lanjutan dari sumpah tidak menyerah itu,    maka siapapun, baik Sulthan ataupun para. penguasa lainnya, ti- dak mau dan tidak berhak menyerahkan kedaulatan Aceh kepada Belanda, seperti yang akan saya uraikan di bawah ini :

Pada pertengahan tahun 1944, saya mengantar seorang pembesar Jepang untuk menjumpai Pocut Meurah (sekarang sudah almarhumah). Di antara keterangan-keterangan yang diberi Pocut- Meurah kepada pembesar Jepang tersebut, yaitu bahwa Sulthan Alaiddin Muhammad Daud Syah yang dapat ditawan Belanda dalam tahun 1903, tidak mau menandatangani naskah penyerahan Kedaulatan Aceh kepada Belanda, dengan alasan bahwa Kedaulatan telah diserahkan kembali kepada Rakyat menjelang Sulthan akan ditangkap/ditawan, sekalipun Belanda berjanji ákan mengangkat sulthan kembali menjadi Sulthan Aceh kalau permintaan Belanda itu dikabulkannya. Dalam pada itu, demikian Pocut Meurah selaniutnya, Sulthan Alaiddin Muhammad Daud Syah mengirim surat kepada Kaizer Jepang, Tenno Heika, dengan perantaraan Konsol Jendralnya di Singapura, dalam surat mana Sulthan meminta bantuan senjata dan kapalperang.

Keterangan serupa seperti yang diberikan Pocut Meurah, juga diberikan oleh Almarhum Tuanku Raja Kemala, yang saya terima dengan perantaraan puteranya Tuanku Hasyim S.H.

Juga Sulthan Abdulhamid (bekas Sulthan Pontianak) mem-  beri keterangan yang serupa itu kepada sdr Teuku Bordansyah,  sewaktu sama-sama dalam penjara Cipinang Jakarta, seperti yang pernah sdr Teuku Bordansyah menerangkan kepada saya.
Menurut sdr T. Bordansyah, bahwa Sulthan Abdulhamid telah mempelajari segala dokurnen-dokumen penyerahan kedaulatan dari kerajaan-kerajaan di Indonesia, tetapi beliau tidak mendapati naskah penyerahan Kedaulatan Aceh.

Keterangan yang serupa dapat pula kita baca dalam sebuah

Halaman-44
------------------



Sultan_Alaidin_Muhammad_Daud Syah (kanan)
Pocut Cot Murong (Isteri Sulthan/kiri)
Tuanku Raja Ibrahim bin Sulthan Alaidin Muhammad Daud Syah
(Putra Mahkota Kerajaan Aceh Darussalam/tengah).    






pernyataan yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh Tuanku Raja Ibrahim bin Sulthan Alaiddin Muhammad Daud Syah (Putera Mahkota Kerajaan Aceh Darussalam ). Surat pernyataan yang dikeluarkan pada tanggal 5 Mai 1975 di Banda Aceh,. antara lain berbunyi :

“Pada tanggal 20 Yanuari 1903 dengan tergesa-gesa Ayahanda Sulthan dan Saya sendiri dihadapkan dihadapan pembesar-pembesar pihak Belanda di Kutaraja (Banda Aceh ). Kami dihadapkan dalam suatu sandiwara politik kolonialnya dengan acara 4 (empat) pasal yang dibuatnya sendiri tanpa ditandatangani oleh  Ayahanda Sulthan dan saya sendiri, di tonjolkannya untuk menjatuhkannya  mantabat perjuangan Aceh, seolah-olah mereka telah berhasil. Pernyataan (Penyerahan Kedaulatan) yang dibuat-buat oleh pihak musuh itu otomatis bertentangan dengan prinsip ayahanda Sulthan dan saya sendiri sebagai putranya, sedangkan Perjuangan Rakyat terus bergolak tidak ada hentinya melawan pihak Belanda……….. (2).

Dalam hubungan dengan Aceh tidak pernah menyerahkan Kedaulatannya kepada Belanda. juga diakui oleh seorang pengarang Belanda, Dr. B.J Boland, seperti yang ditu1is dalam bukunya  The Struggle Of Islam In Modern indonesia, yang antara lain :
“……. but on Januari 10th, 1903, the Sultan was captured  ………However, the Sultan continued to be active in secret, even in captivity, and Atjeh never capitulated to the colonial
________________
(2).  Naskah dari Tuanku Raja Ibrahim ini tersimpan dalam kumpulan dokurnen- dokumen Bahagian Museum pada Kantor Perwakilan PDK Daerah Istimewa Aech, sedangkan fotokopi dari surat pernyataan tersebut tersimpan dalarn Perpustakaan  A. Hasimy Banda Aceh.
Halaman-45

  ------------------



powers ……… (…………. tapi, pada tanggal 10 Yanuari 1903
Sulthan telah ditawan ,……… walaupun bagaimana Sulthan tetap melanjutkan kegiatannya dalam rahasia, bahkan selagi dalam tawanan, dan Aceh tidak pernah menyerahkan Kedaulatannya kepada kekuasaan penjajah ….. ) (3).

Seorang pengarang Belanda yang lain, Paul van ‘t Veer, menerangkan dalam bukunya De Atjeh Oorlog, bahwa Perang Aceh berjalan terus dari tahun 1873 sampal dengan tahun 1942,
yang berarti bahwa Aceh tidak pernah menyerah kepada Belanda, sekalipun setelah Sulthan dan para pembesar lainnya telah dapat ditawan.

Paul membagi Perang Aceh ke dalam empat periode, yaitu

1. Perang Aceh pertama dalam tahun 1873.
2. Perang Aceh Kedua dalam tahun 1874—1880.
3. Perang Aceh Ketiga dalam tahun 1881- 1896.
4. Perang Aceh Keempat dalam tahun 1897—1942

Menurut uraian dan pandangan Paul, seperti yang dapat kita pahami dari bukunya itu, bahwa Perang Aceh Pertama dan Perang Aceh kedua adalah perang-total yang frontal, di mana Pemerintah- an masih berjalan dengan baik, sekalipun Ibukota Negara telah dipindahkan dari Banda Aceh ke Indrapuri, Keumala Dalam dan ke tempat-tempat lainnya. Adapun Perang Aceh Ketiga adalah perang gerilya-total-teratur, di mana Pemerintahan sudah tidak begitu teratur lagi, karena sering-sering berpindah pusat pemerintahan, sementara Perang Aceh Keempat adalah perang-gerilya-
________________
(3)    Dr. H.J. Boland The Stuggle Of Islam In Modern indonesia halaman 69,
      De Nederlandsche Boek, ‘S-Gravenhage 1970.
 
Halaman-46

------------------


 
kelompok/perorangan, dimana kelompok—kelompok rakyat atau perorangan melakukan perlawanan/ penyerbuan/ penghadangan/ penyerangan, pembunuhan. tanpa ada komanando dari Pemerintah Pusat. Kalau kita ikuti dengan teliti uraian dan ---- pandangan Paul, kita akan berkesimpulan bahwa  Perang Aceh berakhir pada tahun 1942 dengan kekalahan Belanda . . . . . . . . .

Pada bab terakhir, antara lain Paul van ‘t Veer  menulis :

“. . . .Perang Aceh tidak berakhir dalam tahun 1913 atau 1914; karena dari tahun 1914 masih memanjang benang merah yang tidak pernah putus sampai ke tahun 1942 ………
“ . . . . . .dari tahun 1942 sampai tahun 1945 dan sesudahnva.  Pemerintah Belanda tidak pernah dapat kembali ke Aceh. Dalam masa—masa aksi militer sekitar tahun 1946 – 1947, sewaktu sebahagian besar pulau Sumatera telah dapat di duduki kembali oleh tentara Belanda, tidak pernah tentara Belanda berniat dan berusaha untuk menembus sampai ke Aceh, dan Aceh adalah satu satunya daerah di Indonesia. di mana sejak tahun 1945 sampai dengan tahun 1950, kemerdekaan telah menjadi satu kenyataan. Aceh adalah daerah tarakhir yang dapat diduduki oleh tentara Belanda, tetapi Aceh ada daerah yang paling pertama membebaskan diri dari pendudukan militer Belanda, yaitu sejak tahun 1942. ……”(4).

Masih dalam hubungan dengan Aceh tidak pernah menyerahkan kedaulatannya kepada Belanda. Teuku Alibasyah Talsya’. antara lain menulis dalam Majalah Sinar Darussalam :

“Sebagai kesimpulan dari fakta-fakta sejarah yang ada. ternyata bahwa penawanan Sulthan Muhammad Daud Syah adalah bersifat pribadi  tidak berarti Aceh mengakui
_______________
(4) Paul Van’t Veer :DeAceh Oorlog dalam bab terakhir. De Arbeiderspers . Amsterdam 1969.

Halaman-47
------------------

kalah atau menyerah. Kendati pemerintahan dan komando perang telah lebih dahulu dikuasakan dan menjadi tanggung jawab para pernbesar Kerajaan di pedalaman, para Panglima Perang dan para ulama, yang melanjutkan jihad fisabilillah itu hingga 12 Maret 1942, ketika Pusat Pemerintahan Resisdensi Aceh dan Daerah takluknya jatuh kembali ketangan Rakyat, dan Belanda lari tanpa perjanjian suatu apapun. Fakta-fakta tersebut diatas mengandung pula pengertian, bahwa penyerahan Hindia Timur Belanda kepada Jepang pada tangga! 8 Maret 1942 di Kalijati oleh Gubernur Jenderal Carda van Starkenborg dan Panglima Tentara Belanda Luitnant General Ter Poorten kepada Panglima Tertinggi Balatentara Jepang Letnan Jenderal Imamura, tidak termasuk Aceh, oleh karena :

a.  Aceh tidak pernah menyerah kemerdekaan dan 
     kedaulatan kepada Belanda.
b.  Pendudukan Belanda secara tidak sah atas 
     Kerajaan Aceh, tidak atas kehendak Kerajaan  
     dan Rakyat.
c.  Perang untuk mengusir Belanda terus berlanjut 
     di-hampir serata Tanah Aceh, sejak tahun 1873 
     sampai  Belanda menyerah tahun 1942.

d.  Kekuasaan pemerintahan dapat direbut kembali oleh
     RAKYAT   MENJELANG  datangnya  Jepang  kemari.

Kebenaran pendapat kita dapat diperkuat lagi dengan suatu fakta lain, berupa pengakuan seorang perwira tinggi Belanda yang pernah memimpin pasukan Belanda dalam Perang Aceh,  Jenderal van Pel, dimana dia mengatakan (via buku ES. Klerek: History of the Netherland Eas- Indie): The proclamation of direct rule over Acheh piproper had been  a mistaken idea; there could be no question of conquest for the time being, the standing army in Acheh being depleted by the heavy losses suffered and the consequent large drainage of  forces (Proklamasi ten-
 
Halaman-48
------------------
 
tang langsung dijajah/diperintah Aceh, sesungguhnva adalah cita-cita yang amat salah. Sebenarnya soal menang tak ada waktu itu. Keadaan serdadu di Aceh sangat menyedihkan, karena menderita kekalahan hehat dan akibatnva kemusnahan kekuatan yang      besar “).
Mendahului kesimpulan di atas ini, antara lain dalam majalah itu juga, Taisya menulis :

“Tatkala Sulthan Aceh dapat dia tawan Belanda pada tanggal 10 Yanuari 1903, perjuangan dilanjutkan terus dengan dipimpin pembesar Kerajaan dan Alim Ulama serta Panglima-panglima Perang………… “Selama hidup dalam tawanan Belanda di Banda Aceh, Sulthan Muhammad Daud Svah terus menerus berusaha untuk memperoleh bantuan-bantuan dari luar negeri bagi kepentingan perjuangan mengusir Belanda. Fasilitas-fasilitas pribadi yang diberikan oleh Pemerintah Belanda kepadanya, ditolak dengan konsekuent ……..janji Belanda untuk mengembalikan kedudukan Tuanku Muhammad DaudSyah menjadi Sulthan Aceh asal saja Sulthan bersedia menuruti syarat syarat Belanda tidak diterimanya. Malahan suatu peristiwa patriotik perjuangan Rakyat Aceh telah terjadi di puncak hidup Belanda sendiri. Ketika Belanda melakukan penggeledahan di tempat kediaman Sulthan sendiri, didapati lembaran-lembaran kertas surat menyurat antara Sulthan Muhammad Daud Syah dengan luar negeri. Hubungan rahasia telah terjadi antara Sulthan dengan Konsol Jenderal Jepang di Singapura, T.Tanaka, yang dilakukan melalui Wakil Sulthan di Pulau Pinang. Belanda menjumpai surat surat yang berisi permintaan  Sulthan kepada Raja Jepang  melalui Konsol Jenderalnya di Singapura, untuk membantu memerangi Belanda di Aceh. Salah satu dari surat Sulthan kepada Raja Jepang, yang berhasil disita oleh Belanda,
  Halaman-49
------------------

 
berbunyi antara. lain demikian: "Barang diwasilakan Tuhan Seru semesta Alam ini, mari mengahadap ke bawah kehadapan Majlis sahabat beta Raja Jepun yang benama Mikado. . . . . .“Ahwal beta permaklumkan surat ini ke bawah Majlis sahabat beta akan boleh bersahabat-sahabat dengan beta selama-lamanya, karena beta ini telah dianiaya oleh orang Belanda serta sekalian orang kulit putih. “Bila beta berperang, belanja makan minum Belanda ditulung oleh orang Inggeris, kepada beta seorang sajapun tiada menolong beta. Itupun beta melawan sampai 30 tahun . . . . . ."Jika boleh sahabat bagi, mari kapal sahabat beta empat buah. Yang di laut sahabat beta, yang di darat beta per habiskan Belanda ini . . . ." Surat tersebut merupakan alasan yang kuat bagi pembesar-pembesar Belanda di banda Aceh untuk menjatuhkan hukuman pembuangan terhadap Sulthan. . . . . . “Berpuluh tahun lamanya, terus menerus, Perang Aceh rnasih berkecamuk, perang frontal dan - perang genilya di mana-mana, dilanjutkan dengan Perang Bakongan (1925 — 1937), pemberontakan Lhong (1933),  kemudian perang tahun 1942 setelah pecahnya Perang Asia Timur Raya. Di saat itu, di seluruh Aceh rakyat mengusir Belanda, sedang Jepang masih berada di seberang lautan. Komando tentara Belanda dan pusat pemerintahan sipil di Banda Aceh jatuh ke tangan rakyat dan pasukan Belanda yang diikuti pembesar-pembesar sipil dan Belanda-Belanda preman lari dengan konvooi ke jurusan timur, “Peristiwa  ini tenjadi, setelah rakyat Aceh mengepung kota dan membunuh petugas-petugas mereka . . . . “Waktu Jepang mendarat di daerah ini, ternyata Belanda telah lebih dahulu di kalahkan Rakyat Aceh  . . . . . .“(5)
(5) Sinar Darussalam no. 12/Maxet-April 1969 m 59-65, Yayasan -Pembina 
            Darussalam Banda Aceh 1969.

Halaman-50



-------------------
Hal-19
Hal-20



Hal-34
Hal-35
Hal-24

Hal-39


















@Banda Aceh, 2013-2023.