Sekarang tahun 2023..
Banda Aceh, 2013-2023.
(Jika ada Link diClick tidak mau Akses, ada diblokir oleh pihak tertentu)
(2) Perjuangan Sulthan Aceh melalui Fisik (secara tertutup)dibawah.
(3) Click PerjuanganSulthan Aceh melalui Fisik (secara terbuka)
(1) PerjuanganSulthan Aceh dengan Keteguhan Iman
(Jika diClick tidak mau Akses, ada diblokir oleh pihak tertentu)
Banda Aceh, tahun 2013-2022. .Kaitan Stop Press > Gonjang Ganjing Silsilah Raja Aceh (diatas).Perlawanan Sulthan dalam mempertahankan Kedaulatan Aceh
---------------------
Pengantar
> Sulthan Alaidin Muhammad Daud Syah Lanjutan dari
Sulthan Alaidin Mahmud Syah
Mulai Pemerintahan Sulthan Alaidin Mahmud Syah,
dalam tahun :1870 s/d 1874 …
(Click hal-39 & hal-20 atau lihatdibawah)
Sulthan dalam menjalankan roda Pemerintahan dihadapkan
dengan Perang oleh Kolonial (lihat hal-19 dibawah) :
1. Perang Aceh pertama dalam tahun 1873.
2. Perang Aceh Kedua dalam tahun 1874—1880.
3. Perang Aceh Ketiga dalam tahun 1881- 1896.
4. Perang Aceh Keempat dalam tahun 1897—1942
(Lihat Penjelasan pada hal-46 dibawah).
Mulai Pemerintahan Sulthan Alaidin Muhammad Daud Syah
dalam tahun : ± 1876
(Lihat hal-638, Buku Mohammad Said,
Aceh Sepanjang Abad,
Medan 1961,cetakan pertama)
---------------------
Sumpah yang membuat keteguhan
Sulthan Alaidin Muhammad Daud Syah
Tidak pernah menyerahkan Kedaulatan Aceh…..
(Lihat hal-43 dibawah). . . . .
30 (tiga puluh) tahun Sulthan dalam berjuang mempertahankan
Kedaulatan Aceh, dan kemudian Sulthan dapat ditangkap oleh
Kolonial, dan SELAMA HIDUP dalam tawanan/tahanan
Kolonial Sulthan tetap melakukan MISI perjuangannya.
(Lihat hal-49 & hal-50, hal-46 dibawah)
Pemerintahan Sulthan Alaidin Muhammad Daud Syah
dalam tahun: ± 1876
Sulthan dapat ditangkap/ditawan Kolonial : 1903.
Walau ditahan/ditawan Kolonial Sulthan tidak pernah
menyerahkan Kedaulatan Aceh.
Sulthan Mangkat : 1939.
Makam > di Rawamangun Jakarta.
(pada Makam Umum/makam Rakyat) )
Sulthan ditahan dan diasing oleh kolonial dan
mengakhiri hidupnya dalam pengasingan….
Sulthan Alaidin Muhammad Daud Syah bukan duduk
tunggu laporan, Sulthan langsung berjuang dimedan juang …..
Sulthan dapat ditangkap/ditawan ,
Dan bagaimana cara ditangkap/ditawan ?.
(Click ini > Lihat hal-632, 633,634,635, Buku Mohammad Said,
Aceh Sepanjang Abad, Medan 1961)cetakan pertama
BACA SELENGKAPNYA YA,YAH (Bek Towo Sejarah)
Cuplikan :
Lihat halaman-46 Pendapat penulis Belanda <
--------------
Sultan_Alaidin_Muhammad_Daud Syah (kanan)
Pocut Cot Murong (Isteri Sulthan/kiri)
Tuanku Raja Ibrahim bin Sulthan Alaidin Muhammad Daud Syah
(Putra Mahkota Kerajaan Aceh Darussalam/tengah).
------------------
(Jika ada Link diClick tidak mau Akses, ada diblokir oleh pihak tertentu)
(3) Click Perjuangan Sulthan Aceh melalui Fisik (secara terbuka)
(2) Perjuangan Sulthan Aceh melalui Fisik (secara tertutup)diatas
(1) PerjuanganSulthan Aceh dengan Keteguhan Iman
Banda Aceh, 2013-2023.
(Jika ada Link diClick tidak mau Akses, ada diblokir oleh pihak tertentu)
Berikut Video 300819:
Video Full>: https://www.youtube.com/watch?v=vjYgPx2j53M
|
(2) Perjuangan Sulthan Aceh melalui Fisik (secara tertutup)dibawah.
(3) Click PerjuanganSulthan Aceh melalui Fisik (secara terbuka)
(1) PerjuanganSulthan Aceh dengan Keteguhan Iman
(Jika diClick tidak mau Akses, ada diblokir oleh pihak tertentu)
Banda Aceh, tahun 2013-2022. .Kaitan Stop Press > Gonjang Ganjing Silsilah Raja Aceh (diatas).Perlawanan Sulthan dalam mempertahankan Kedaulatan Aceh
> Penjajah dan pengikutnya kelakuannya KKN/Korupsi <
(Click lihat hal-34,35,24).
---------------------
Pengantar
Atas Usaha Masyarakat Aceh di Sumatera
Utara, semenjak tanggal 22 s/d 26 Maret 1976,
di Medan telah berlangsung Seminar Perjuangan
Aceh sejak tahun 1873 sampai Indonesia Merdeka.
Utara, semenjak tanggal 22 s/d 26 Maret 1976,
di Medan telah berlangsung Seminar Perjuangan
Aceh sejak tahun 1873 sampai Indonesia Merdeka.
Dalam seminar tersebut, antara lain ikut
memberi prasaran Prof. Dr. HAMKA,
Haji Muhammad Said, Prof. Teungku Ismail
Yakup SH, Drs Ibrahim Alfian,
memberi prasaran Prof. Dr. HAMKA,
Haji Muhammad Said, Prof. Teungku Ismail
Yakup SH, Drs Ibrahim Alfian,
Drs Darwis Suleiman dan saya sendiri.
Prasaran saya yang berjudul Peranan Islam
Dalam Perang Aceh dan perjuangan Kemerdekaan Indonesia, setelah mengadakan perbaikan/tambahan,
Dalam Perang Aceh dan perjuangan Kemerdekaan Indonesia, setelah mengadakan perbaikan/tambahan,
sekarang saya persembahkan ke hadapan
sidang pembaca.
sidang pembaca.
Wabillahit Taufiq wal Hidayah !
Buku : A. Hasjmy,Peranan Islam Dalam Perang Aceh dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia, Banda Aceh 2 April 1976,Cetakan pertama (Penerbit : ”Bulan Bintang”Jakarta). |
2 Rabiul Akhir 1396
Banda_Aceh
2 April 1976
A. Hasjmy
--------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------
> Sulthan Alaidin Muhammad Daud Syah Lanjutan dari
Sulthan Alaidin Mahmud Syah
Mulai Pemerintahan Sulthan Alaidin Mahmud Syah,
dalam tahun :1870 s/d 1874 …
(Click hal-39 & hal-20 atau lihatdibawah)
Sulthan dalam menjalankan roda Pemerintahan dihadapkan
dengan Perang oleh Kolonial (lihat hal-19 dibawah) :
1. Perang Aceh pertama dalam tahun 1873.
2. Perang Aceh Kedua dalam tahun 1874—1880.
3. Perang Aceh Ketiga dalam tahun 1881- 1896.
4. Perang Aceh Keempat dalam tahun 1897—1942
(Lihat Penjelasan pada hal-46 dibawah).
Mulai Pemerintahan Sulthan Alaidin Muhammad Daud Syah
dalam tahun : ± 1876
(Lihat hal-638, Buku Mohammad Said,
Aceh Sepanjang Abad,
Medan 1961,cetakan pertama)
---------------------
Sumpah yang membuat keteguhan
Sulthan Alaidin Muhammad Daud Syah
Tidak pernah menyerahkan Kedaulatan Aceh…..
(Lihat hal-43 dibawah). . . . .
30 (tiga puluh) tahun Sulthan dalam berjuang mempertahankan
Kedaulatan Aceh, dan kemudian Sulthan dapat ditangkap oleh
Kolonial, dan SELAMA HIDUP dalam tawanan/tahanan
Kolonial Sulthan tetap melakukan MISI perjuangannya.
(Lihat hal-49 & hal-50, hal-46 dibawah)
Pemerintahan Sulthan Alaidin Muhammad Daud Syah
dalam tahun: ± 1876
Sulthan dapat ditangkap/ditawan Kolonial : 1903.
Walau ditahan/ditawan Kolonial Sulthan tidak pernah
menyerahkan Kedaulatan Aceh.
Sulthan Mangkat : 1939.
Makam > di Rawamangun Jakarta.
(pada Makam Umum/makam Rakyat) )
Sulthan ditahan dan diasing oleh kolonial dan
mengakhiri hidupnya dalam pengasingan….
Sulthan Alaidin Muhammad Daud Syah bukan duduk
tunggu laporan, Sulthan langsung berjuang dimedan juang …..
Sulthan dapat ditangkap/ditawan ,
Dan bagaimana cara ditangkap/ditawan ?.
(Click ini > Lihat hal-632, 633,634,635, Buku Mohammad Said,
Aceh Sepanjang Abad, Medan 1961)cetakan pertama
BACA SELENGKAPNYA YA,YAH (Bek Towo Sejarah)
Cuplikan :
(Sulthan
Alaidin Muhammad Daud Syah Dalam Tahanan Kolonial) Halaman-49
tang langsung
dijajah/diperintah Aceh, sesungguhnva adalah cita-cita yang amat salah.
Sebenarnya soal menang tak ada waktu itu. Keadaan serdadu di Aceh sangat
menyedihkan, karena menderita kekalahan hehat dan akibatnva kemusnahan kekuatan
yang besar “).
Mendahului kesimpulan
di atas ini, antara lain dalam majalah itu juga, Taisya menulis :
“Tatkala Sulthan Aceh
dapat dia tawan Belanda pada tanggal 10 Yanuari 1903, perjuangan dilanjutkan
terus dengan dipimpin pembesar Kerajaan dan Alim Ulama serta Panglima-panglima
Perang………… “Selama hidup dalam tawanan Belanda di Banda Aceh, Sulthan
Muhammad Daud Svah terus menerus berusaha untuk memperoleh bantuan-bantuan dari
luar negeri bagi kepentingan perjuangan mengusir Belanda. Fasilitas-fasilitas
pribadi yang diberikan oleh Pemerintah Belanda kepadanya, ditolak dengan
konsekuent…..…..janji Belanda untuk mengembalikan kedudukan Tuanku
Muhammad DaudSyah menjadi Sulthan Aceh asal saja Sulthan bersedia menuruti
syarat syarat Belanda tidak diterimanya. Malahan suatu peristiwa patriotik
perjuangan Rakyat Aceh telah terjadi di puncak hidup Belanda sendiri. Ketika
Belanda melakukan penggeledahan di tempat kediaman Sulthan sendiri, didapati
lembaran-lembaran kertas surat
menyurat antara Sulthan Muhammad Daud Syah dengan luar negeri. Hubungan rahasia
telah terjadi antara Sulthan dengan Konsol Jenderal Jepang di Singapura,
T.Tanaka, yang dilakukan melalui Wakil Sulthan di Pulau Pinang.
Belanda menjumpai surat
surat yang
berisi permintaan Sulthan kepada Raja
Jepang melalui Konsol Jenderalnya di
Singapura, untuk membantu memerangi Belanda di Aceh. Salah satu dari surat Sulthan kepada Raja
Jepang, yang berhasil disita oleh Belanda,
Halaman-49
Lihat halaman-46 Pendapat penulis Belanda <
--------------
4. ACEH
TIDAK PERNAH MENYERAHKAN
KEDAULATANNYA KEPADA BELANDA
Berdasarkan
sarakata-sarakata yang masih sisa sampai sekarang, yang antaranya telah dikutip
dalam pasal yang lalu, nyatalah bahwa Rakyat dan Kerajaan Aceh Darussalam telah
bersumpah dengan nama Allah, yang mana
mereka tidak akan menyerah kepada kekuasaan Belanda dalam bentuk apapun.
Sebagai
akibat dari Sumpah dan tekad bulat itu, maka Rakyat Aceh di bawah pimpinan para
Pembesar Kerajaan dan para Ulama, telah melakukan suatu Perang Sabil dengan
cara yang amat kesatria, seperti juga diakui oleh seorang wartawan Belanda
sendiri, Zentgraaff, dalam bukunya Aceh,
yang antara lain :
“De waarheid is dat
de Atjehers mannen en vrouwen in het elgemeen schitteren hebben gevochten voor
wat zij zaggen’ als hun nationaal of religieus ideaal. Er is onder die
strijders een zeer groot aantal mannen en vrouwen die den trots van elk volk
zouden uitmaken. (Rakyat Aceh, baik pria atau pun wanita, berjuang secara luar
biasa, mereka merasakan sebagai satu bangsa yang bertugas membela agama,
bangsa dan wilayahnya dengan perjuangan
suci. Mereka terdiri dari
pahlawan-pahlawan, baik peria maupun wanita, yang memiliki kebanggaan
atas kebenaran perjuangannya. (1)
Catatan Halaman:
(1)
Sinar
Darussalam no. 12/Maret-April 1969, Yayasan Pembina Darussalarn,
Banda Aeeh 1969. - -
Halaman-43
------------------
Sebagai akibat lanjutan dari sumpah tidak
menyerah itu, maka siapapun, baik Sulthan ataupun para.
penguasa lainnya, ti- dak mau dan tidak berhak menyerahkan kedaulatan Aceh
kepada Belanda, seperti yang akan saya uraikan di bawah ini :
Pada
pertengahan tahun 1944, saya mengantar seorang pembesar Jepang untuk menjumpai
Pocut Meurah (sekarang sudah almarhumah). Di antara keterangan-keterangan yang
diberi Pocut- Meurah kepada pembesar Jepang tersebut, yaitu bahwa Sulthan Alaiddin Muhammad Daud Syah yang
dapat ditawan Belanda dalam tahun 1903, tidak mau menandatangani naskah
penyerahan Kedaulatan Aceh kepada Belanda, dengan alasan bahwa Kedaulatan telah diserahkan kembali kepada Rakyat
menjelang Sulthan akan ditangkap/ditawan, sekalipun Belanda berjanji ákan
mengangkat sulthan kembali menjadi Sulthan Aceh kalau permintaan Belanda itu
dikabulkannya. Dalam pada itu, demikian Pocut Meurah selaniutnya, Sulthan
Alaiddin Muhammad Daud Syah mengirim surat kepada Kaizer Jepang, Tenno Heika,
dengan perantaraan Konsol Jendralnya di Singapura, dalam surat mana Sulthan
meminta bantuan senjata dan kapalperang.
Keterangan
serupa seperti yang diberikan Pocut Meurah, juga diberikan oleh Almarhum Tuanku
Raja Kemala, yang saya terima dengan perantaraan puteranya Tuanku Hasyim S.H.
Juga
Sulthan Abdulhamid (bekas Sulthan Pontianak) mem- beri keterangan yang serupa itu kepada sdr
Teuku Bordansyah, sewaktu sama-sama
dalam penjara Cipinang Jakarta, seperti yang pernah sdr Teuku Bordansyah
menerangkan kepada saya.
Menurut sdr T.
Bordansyah, bahwa Sulthan Abdulhamid telah mempelajari segala dokurnen-dokumen
penyerahan kedaulatan dari kerajaan-kerajaan di Indonesia, tetapi beliau tidak
mendapati naskah penyerahan Kedaulatan Aceh.
Keterangan
yang serupa dapat pula kita baca dalam sebuah
Halaman-44
------------------
Sultan_Alaidin_Muhammad_Daud Syah (kanan)
Pocut Cot Murong (Isteri Sulthan/kiri)
Tuanku Raja Ibrahim bin Sulthan Alaidin Muhammad Daud Syah
(Putra Mahkota Kerajaan Aceh Darussalam/tengah).
pernyataan yang
dikeluarkan dan ditandatangani oleh Tuanku Raja Ibrahim bin Sulthan Alaiddin
Muhammad Daud Syah (Putera Mahkota Kerajaan Aceh Darussalam ). Surat pernyataan yang dikeluarkan pada
tanggal 5 Mai 1975 di Banda Aceh,. antara lain berbunyi :
“Pada tanggal 20
Yanuari 1903 dengan tergesa-gesa Ayahanda Sulthan dan Saya sendiri dihadapkan
dihadapan pembesar-pembesar pihak Belanda di Kutaraja (Banda Aceh ). Kami
dihadapkan dalam suatu sandiwara politik kolonialnya dengan acara 4 (empat)
pasal yang dibuatnya sendiri tanpa ditandatangani oleh Ayahanda Sulthan dan saya sendiri, di
tonjolkannya untuk menjatuhkannya
mantabat perjuangan Aceh, seolah-olah mereka telah berhasil. Pernyataan
(Penyerahan Kedaulatan) yang dibuat-buat oleh pihak musuh itu otomatis
bertentangan dengan prinsip ayahanda Sulthan dan saya sendiri sebagai putranya,
sedangkan Perjuangan Rakyat terus bergolak tidak ada hentinya melawan pihak
Belanda……….. (2).
Dalam
hubungan dengan Aceh tidak pernah menyerahkan Kedaulatannya kepada Belanda.
juga diakui oleh seorang pengarang Belanda, Dr. B.J Boland, seperti yang
ditu1is dalam bukunya The Struggle Of
Islam In Modern indonesia,
yang antara lain :
“……. but on Januari
10th, 1903, the Sultan was captured
………However, the Sultan continued to be active in secret, even in
captivity, and Atjeh never capitulated to the colonial
________________
(2). Naskah dari Tuanku Raja Ibrahim ini tersimpan
dalam kumpulan dokurnen- dokumen Bahagian Museum pada Kantor Perwakilan PDK Daerah
Istimewa Aech, sedangkan fotokopi dari surat pernyataan tersebut tersimpan
dalarn Perpustakaan A. Hasimy Banda
Aceh.
Halaman-45
------------------
powers ……… (………….
tapi, pada tanggal 10 Yanuari 1903
Sulthan telah ditawan
,……… walaupun bagaimana Sulthan tetap melanjutkan kegiatannya dalam rahasia,
bahkan selagi dalam tawanan, dan Aceh tidak pernah menyerahkan Kedaulatannya
kepada kekuasaan penjajah ….. ) (3).
Seorang
pengarang Belanda yang lain, Paul van ‘t Veer, menerangkan dalam bukunya De
Atjeh Oorlog, bahwa Perang Aceh berjalan terus dari tahun 1873 sampal dengan
tahun 1942,
yang berarti bahwa
Aceh tidak pernah menyerah kepada Belanda, sekalipun setelah Sulthan dan para
pembesar lainnya telah dapat ditawan.
Paul membagi Perang
Aceh ke dalam empat periode, yaitu
1. Perang Aceh
pertama dalam tahun 1873.
2. Perang Aceh Kedua
dalam tahun 1874—1880.
3. Perang Aceh Ketiga
dalam tahun 1881- 1896.
4. Perang Aceh
Keempat dalam tahun 1897—1942
Menurut
uraian dan pandangan Paul, seperti yang dapat kita pahami dari bukunya itu,
bahwa Perang Aceh Pertama dan Perang Aceh kedua adalah perang-total yang
frontal, di mana Pemerintah- an masih berjalan dengan baik, sekalipun
Ibukota Negara telah dipindahkan dari Banda Aceh ke Indrapuri, Keumala Dalam
dan ke tempat-tempat lainnya. Adapun Perang Aceh Ketiga adalah perang
gerilya-total-teratur, di mana Pemerintahan sudah tidak begitu teratur lagi,
karena sering-sering berpindah pusat pemerintahan, sementara Perang Aceh
Keempat adalah perang-gerilya-
________________
(3)
Dr.
H.J. Boland The Stuggle Of Islam In Modern indonesia halaman 69,
De Nederlandsche Boek, ‘S-Gravenhage
1970.
Halaman-46
kelompok/perorangan, dimana
kelompok—kelompok rakyat atau perorangan melakukan perlawanan/ penyerbuan/
penghadangan/ penyerangan, pembunuhan. tanpa ada komanando dari Pemerintah
Pusat. Kalau kita ikuti dengan teliti uraian dan ---- pandangan Paul, kita akan
berkesimpulan bahwa Perang Aceh berakhir
pada tahun 1942 dengan kekalahan Belanda . . . . . . . . .
Pada bab terakhir,
antara lain Paul van ‘t Veer menulis :
“. . . .Perang Aceh
tidak berakhir dalam tahun 1913 atau 1914; karena dari tahun 1914 masih
memanjang benang merah yang tidak pernah putus sampai ke tahun 1942 ………
“ . . . . . .dari
tahun 1942 sampai tahun 1945 dan sesudahnva.
Pemerintah Belanda tidak pernah dapat kembali ke Aceh. Dalam masa—masa
aksi militer sekitar tahun 1946 – 1947, sewaktu sebahagian besar pulau Sumatera
telah dapat di duduki kembali oleh tentara Belanda, tidak pernah tentara
Belanda berniat dan berusaha untuk menembus sampai ke Aceh, dan Aceh adalah
satu satunya daerah di Indonesia. di mana sejak tahun 1945 sampai dengan tahun
1950, kemerdekaan telah menjadi satu kenyataan. Aceh adalah daerah tarakhir
yang dapat diduduki oleh tentara Belanda, tetapi Aceh ada daerah yang paling
pertama membebaskan diri dari pendudukan militer Belanda, yaitu sejak tahun
1942. ……”(4).
Masih
dalam hubungan dengan Aceh tidak pernah menyerahkan kedaulatannya kepada
Belanda. Teuku Alibasyah Talsya’. antara lain menulis dalam Majalah Sinar
Darussalam :
“Sebagai kesimpulan
dari fakta-fakta sejarah yang ada. ternyata bahwa penawanan Sulthan Muhammad
Daud Syah adalah bersifat pribadi tidak
berarti Aceh mengakui
_______________
(4) Paul Van’t Veer
:DeAceh Oorlog dalam bab terakhir. De Arbeiderspers . Amsterdam 1969.
Halaman-47
------------------
kalah atau menyerah.
Kendati pemerintahan dan komando perang telah lebih dahulu dikuasakan dan
menjadi tanggung jawab para pernbesar Kerajaan di pedalaman, para Panglima
Perang dan para ulama, yang melanjutkan jihad fisabilillah itu hingga 12 Maret
1942, ketika Pusat Pemerintahan Resisdensi Aceh dan Daerah takluknya jatuh
kembali ketangan Rakyat, dan Belanda lari tanpa perjanjian suatu apapun.
Fakta-fakta tersebut diatas mengandung pula pengertian, bahwa penyerahan
Hindia Timur Belanda kepada Jepang pada tangga! 8 Maret 1942 di Kalijati oleh
Gubernur Jenderal Carda van Starkenborg dan Panglima Tentara Belanda Luitnant
General Ter Poorten kepada Panglima Tertinggi Balatentara Jepang Letnan
Jenderal Imamura, tidak termasuk Aceh, oleh karena :
a. Aceh tidak pernah menyerah kemerdekaan dan
kedaulatan kepada Belanda.
b. Pendudukan Belanda secara tidak sah atas
Kerajaan Aceh, tidak atas kehendak Kerajaan
dan Rakyat.
c. Perang untuk mengusir Belanda terus berlanjut
di-hampir serata Tanah Aceh, sejak tahun 1873
sampai Belanda menyerah tahun 1942.
d. Kekuasaan pemerintahan dapat direbut kembali
oleh
RAKYAT
MENJELANG datangnya Jepang
kemari.
Kebenaran pendapat
kita dapat diperkuat lagi dengan suatu fakta lain, berupa pengakuan seorang
perwira tinggi Belanda yang pernah memimpin pasukan Belanda dalam Perang Aceh,
Jenderal van Pel, dimana dia mengatakan (via buku ES. Klerek: History of
the Netherland Eas- Indie): The proclamation of direct rule over Acheh piproper
had been a mistaken idea; there could be
no question of conquest for the time being, the standing army in Acheh being
depleted by the heavy losses suffered and the consequent large drainage of forces (Proklamasi ten-
Halaman-48
------------------
tang langsung
dijajah/diperintah Aceh, sesungguhnva adalah cita-cita yang amat salah.
Sebenarnya soal menang tak ada waktu itu. Keadaan serdadu di Aceh sangat
menyedihkan, karena menderita kekalahan hehat dan akibatnva kemusnahan kekuatan
yang besar “).
Mendahului kesimpulan
di atas ini, antara lain dalam majalah itu juga, Taisya menulis :
“Tatkala Sulthan Aceh
dapat dia tawan Belanda pada tanggal 10 Yanuari 1903, perjuangan dilanjutkan
terus dengan dipimpin pembesar Kerajaan dan Alim Ulama serta Panglima-panglima
Perang………… “Selama hidup dalam tawanan Belanda di Banda
Aceh, Sulthan Muhammad Daud Svah terus menerus berusaha untuk memperoleh
bantuan-bantuan dari luar negeri bagi kepentingan perjuangan mengusir Belanda.
Fasilitas-fasilitas pribadi yang diberikan oleh Pemerintah Belanda kepadanya,
ditolak dengan konsekuent ……..janji Belanda untuk mengembalikan kedudukan
Tuanku Muhammad DaudSyah menjadi Sulthan Aceh asal saja Sulthan bersedia
menuruti syarat syarat Belanda tidak diterimanya. Malahan suatu
peristiwa patriotik perjuangan Rakyat Aceh telah terjadi di puncak hidup
Belanda sendiri. Ketika Belanda melakukan penggeledahan di tempat kediaman
Sulthan sendiri, didapati lembaran-lembaran kertas surat menyurat antara Sulthan Muhammad Daud
Syah dengan luar negeri. Hubungan rahasia telah terjadi antara Sulthan dengan
Konsol Jenderal Jepang di Singapura, T.Tanaka, yang dilakukan melalui Wakil
Sulthan di Pulau Pinang. Belanda menjumpai surat surat yang berisi permintaan Sulthan kepada Raja Jepang melalui Konsol Jenderalnya di Singapura,
untuk membantu memerangi Belanda di Aceh. Salah satu dari surat Sulthan kepada Raja Jepang, yang
berhasil disita oleh Belanda,
Halaman-49
------------------
berbunyi
antara. lain demikian: "Barang diwasilakan Tuhan Seru semesta Alam ini,
mari mengahadap ke bawah kehadapan Majlis sahabat beta Raja Jepun yang benama
Mikado. . . . . .“Ahwal beta permaklumkan surat
ini ke bawah Majlis sahabat beta akan boleh bersahabat-sahabat dengan beta
selama-lamanya, karena beta ini telah dianiaya oleh orang Belanda serta
sekalian orang kulit putih. “Bila beta berperang, belanja makan minum Belanda
ditulung oleh orang Inggeris, kepada beta seorang sajapun tiada menolong beta. Itupun beta melawan sampai 30 tahun . . . . . ."Jika boleh sahabat bagi, mari kapal sahabat beta empat
buah. Yang di laut sahabat beta, yang di darat beta per habiskan Belanda ini .
. . ." Surat
tersebut merupakan alasan yang kuat bagi pembesar-pembesar Belanda di banda
Aceh untuk menjatuhkan hukuman pembuangan terhadap Sulthan. . . . . .
“Berpuluh tahun lamanya, terus menerus, Perang Aceh rnasih berkecamuk,
perang frontal dan - perang genilya di mana-mana, dilanjutkan dengan Perang
Bakongan (1925 — 1937), pemberontakan Lhong (1933), kemudian perang tahun
1942 setelah pecahnya Perang Asia Timur Raya. Di saat itu, di seluruh Aceh
rakyat mengusir Belanda, sedang Jepang masih berada di seberang lautan. Komando
tentara Belanda dan pusat pemerintahan sipil di Banda Aceh jatuh ke tangan
rakyat dan pasukan Belanda yang diikuti pembesar-pembesar sipil dan
Belanda-Belanda preman lari dengan konvooi ke jurusan timur, “Peristiwa
ini tenjadi, setelah rakyat Aceh mengepung kota dan membunuh petugas-petugas
mereka . . . . “Waktu Jepang mendarat di daerah ini, ternyata Belanda telah
lebih dahulu di kalahkan Rakyat Aceh . . . . . .“(5)
(5) Sinar Darussalam no. 12/Maxet-April 1969
m 59-65, Yayasan -Pembina
Darussalam Banda Aceh 1969.
Halaman-50
-------------------
(Jika ada Link diClick tidak mau Akses, ada diblokir oleh pihak tertentu)
(3) Click Perjuangan Sulthan Aceh melalui Fisik (secara terbuka)
(2) Perjuangan Sulthan Aceh melalui Fisik (secara tertutup)diatas
(1) PerjuanganSulthan Aceh dengan Keteguhan Iman
Hal-19 |
Hal-20 |
Hal-39 |
@Banda Aceh, 2013-2023.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar